Rahasia Alif Aulia Al Madani: Hafalan 30 Juz Al-Qur’an Sejak SMP
- calendar_month Kam, 10 Apr 2025
- visibility 6
- comment 0 komentar

Dalam kesibukan hidup para pemuda yang erat dengan teknologi digital, Alif Aulia Al Madani memutuskan untuk mengambil jalannya sendiri yang dipenuhi berkah. Mahasiswa yang saat ini belajar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya tersebut, telah menuntaskan penghapalannya sebanyak 30 juz Al-Quran.
DHEA UMILATI,
Palangka Raya
KISAHNYA
Dimulai tanparencana yang besar. Cuma dengan niat sederhana untuk meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran. “Pertama-tamenya hanya ingin belajar dasar, agar bisa membenarkan bacaaan saya. Saya lihat ada tempat tahfiz tidak jauh dari rumah, maka berbekal itu saja akhirnya ikut serta dalam belajar qira’ah dan hifz,” terang Alif ketika ditemui pada waktu istirahat aktivitasnya.
Tindakan sederhana yang dilakonkannya sejak dini saat bergabung dengan rumah tahfiz pada tahun kelima pendidikan dasarnya, ternyata membuka gerbang bagi petualangan luar biasa dalam hidupnya. Tempat tersebut menjadi awal baginya untuk mempelajari juz ‘amma. Secara bertahap, hafalan semakin berkembang berkat tekad kuat dan kesungguhan hati. Ia hanya benar-benar fokus secara serius terhadap penghapalamn Al-Quran setelah berhasil menyelesaikan bangku Sekolah Dasar, tepatnya saat dirinya melanjutkan studi ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
” precisely saat kelas satu SMP mulai serius, dan puji Tuhan selesai di awal kelas tiga SMP,” katanya.
Motivasi untuk menghafalkan tidak muncul dari awal. Alif menyebutkan bahwa saat masih anak-anak, dia belum mengetahui para ahli hafalan Al-Quran. Tetapi sejauh ini, ia perlahan-lahan mempelajari tentang figur-figur penting dalam sejarah Islam yang telah hafal Al-Quran, contohnya Imam Syafi’i dan Imam Nawawi.
“Itu membuat saya semakin terdorong. Ternyata banyak ulama ternama tersebut adalah hafiz,” ujarnya.
Pada saat membiasakan diri untuk menghapalkan ayat-ayat suci, Alif menganut pendirian utama yaitu menyempurnakan bacanya terlebih dulu. Dia meyakini bahwa dengan memiliki pengetahuan tentang tajwid yang tepat, penghafalan menjadi jauh lebih sederhana dan efisien.
“Kalau lidah udah biasa dan bacaan udah benar, menghafalnya lebih lancar. Kalau bacaan masih kaku, nanti hafalannya juga sulit masuk ke otak,” jelasnya.
Cara menghafalkannya cukup mudah namun sangat efisien. Dia membacakan sebuah verset berkali-kali, mungkin tiga kali atau lebih bila dibutuhkan, sehingga betul-betul bisa menghapalinya dengan baik. Verset itu tak akan dilewatkan sebelum sepenuhnya tertanam dalam memori. Setelah berhasil menghafalkan satu verset, ia melanjutkan pada yang selanjutnya dan kemudian mulai ulang dari awal untuk menjaga kelancaran keterhubungan antar verset-versed tersebut.
Untuk pria dari Sampit, tantangan sebenarnya bukan terletak pada proses menambah hafalan, tetapi lebih kepada mempertahankan hafalan yang telah dimilikinya.
“Jika menghafalkan satu juz mudah untuk diulangi, namun ketika mencapai sepuluh juz atau bahkan lima belas juz, beban menjadi semakin berat. Umumnya, bagian yang paling kukuh dalam hafalan adalah dari juz pertama hingga kelima. Sedangkan sisanya cenderung kurang stabil kecuali dengan perhatian khusus pada murajaah,” katanya.
Pergelapannya dalam mengejar hafalan Al-Quran pastinya tak terlepaskan dari kontribusi keluarganya. Kedua orang tuanya serta paman-pamannya berperan sebagai fondasi pokok, memberikan dukungan lebih-lebihnya secara moral ataupun finansial.
“Saya dapat memasuki rumah tahfiz serta pesantren lantaran dukungan dari keluarga. Mereka lah yang memiliki peranan penting,” ungkapnya.
Untuk Alif, menjadi seorang hafiz tak sekadar berkaitan dengan menghafalkan Al-Quran, melainkan juga tentang pembentukan karakter. Menurut pengalamannya, kegiatan ini meningkatkan kemampuannya untuk memahami beragam mata pelajaran. Walaupun dia sadar bahwa tidak semua orang yang hafal Alquran pasti pintar di setiap aspek, namun secara umum mereka memiliki daya ingat serta pengetahuan yang lebih baik.
“Umumnya jika menjelaskan hal-hal baru, mereka mudah memahami. Tetapi, itu juga bergantung pada individunya,” tambahnya.
Saat menyelesaikan hafalan, Alif sempat menyimpan harapan besar, yakni kuliah di luar negeri.
“Saya sangat ingin sekali melanjutkan studi di Mesir atau Yaman, namun kondisi finansial keluarga saat ini belum memadai, sehingga tidak dapat direalisasikan. Selain itu, pada waktu tersebut situasi di Yaman sedang kacau, maka dari itu bapakku menolak,” ceritanya dengan berat.
Saat ini, Alif mengikuti program studi sebagai mahasiswa dalam Program Khusus Ulama (PKU) di IAIN Palangka Raya dengan tujuan memelihara hafalan al Quran-nya sambil merencanakan kehidupan yang lebih baik. Walaupun jalan menuju sukses mungkin penuh tantangan, dia yakin bahwa Al-Quran akan terus menjadi petunjuk bagi kehidupannya.
“Yang terpenting adalah niat yang tulus. Menghafalkan Al-Quran tidak tentang seberapa cepat atau lambat prosesnya, melainkan tentang kekonsistenan. Hal yang paling sulit justru menjaga hafalan tersebut, bukan menambah ayat-ayat baru,” demikian katanya.
. (*/ce/ala)
- Penulis: andinesia
Saat ini belum ada komentar