Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » crimes » Nasib Dr. Priguna Anugerah: Cabut STR dan Jadi Tersangka dalam Kasus Mencemarkan nama baik Keluarga Pasien PPCS Unpad

Nasib Dr. Priguna Anugerah: Cabut STR dan Jadi Tersangka dalam Kasus Mencemarkan nama baik Keluarga Pasien PPCS Unpad

  • calendar_month Sab, 12 Apr 2025
  • visibility 14
  • comment 0 komentar



Takdir yang dialami oleh dokter Priguna Anugerah Pratama, seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Univeristas Padjadjaran (Unpad), setelah meremehkan anak perempuan pasiennya di Bandung.

Priguna Anugerah Pratama ditetapkan sebagai tersangka kasus perkosaan atas anak seorang pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Berdasarkan laporan pengecekan, tersangka dicurigai mempunyai predisposisi gangguan seksual.

Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, menyatakan bahwa Priguna Anugerah Pratama dicurigai menderita gangguan seksual.

Itulah sebabnya diketahui bahwa Priguna nekat melakukan tindakan pemerkosaan.

Hasil penemuan tersebut mengacu pada temuan dari inspeksi yang telah dilaksanakan oleh kepolisian dalam beberapa hari belakangan.

“Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi bahwa pelaku memiliki cenderung kemungkinan gangguan sedikit di bidang seksual,” kata Surawan, seperti dilaporkan oleh Tribun Jabar.

Kini Polda Jawa Barat sedang bekerja sama dengan beberapa pihak untuk menyelidiki lebih jauh dugaan ketidakbiasaan itu. Hal ini termasuk mengikutsertakan para pakar serta psikolog dalam prosesnya.

“Temuan tersebut akan kita perkokoh dengan melakukan evaluasi psikologi forensik, bersama-sama dengan masukan dari pakar dan psikolog. Ini sangat diperlukan untuk mengonfirmasi eksistensi predisposisi terhadap gangguan perilaku seksual,” tandasnya.


Rumah Sakit Jiwa Dipimpin oleh Direktur yang Dipecat Setelah Ancaman kepada Keluarga Pasien di RSHS

Bukan hanya dijadikan tersangka, STR-nya juga dicabut setelah ia melakukan perampokan terhadap keluarga pasien RSHS.

STR yang diterapkan pada dokter berfungsi untuk melaksanakan pekerjaannya secara profesional baik itu di klinik ataupun rumah sakit.

Peraturan itu datang dari Kementerian Kesehatan yang menuntut agar Konsil Kedokteran Indonesia segera mencabut STR Priyugo Anung Raharjo.

“Dalam upaya tegas pertama ini, Kementerian Kesehatan telah menginstruksikan kepada Konsil Kedokteran Indonesia agar dengan cepat menarik Surat Tanda Registrasi (STR) milik dr PAP,” ungkap Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes RI pada hari Rabu (9/4/2025), seperti dilaporkan oleh Kompas.com.

“Penarikan STR secara otomatis akan mencabut Surat Izin Praktik (SIP) dokter di PAP,” jelasnya.

Aji mengatakan bahwa mereka juga merasa sangat prihatin dan kecewa atas insiden yang menimpamu keluarga pasien di RSHS.

“Kemensos mengungkapkan keprihatinan serta penyesalan atas terjadinya kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh PAP,” katanya.

Karena tengah menghadapi proses hukum atas tindakannya, posisi Priguna sebagai mahasiswi magister kedoktoran residennya di Unpad di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pun sudah ditarik kembali.

“Saatu ini, orang tersebut telah dikembalikan kepada Unpad dan dihentikan statusnya sebagai mahasiswa. Selain itu, Polda Jawa Barat sedang memprosesnya sesuai dengan hukum,” jelas Aji.


Kronologi Kejadian

Pada Senin (17/3/2025), merupakan hari yang sangat menggetarkan bagi wanita tersebut saat ia menantikan berita tentang nasib kerabatnya yang kritis di sebuah ruang UGD Rumah Saket Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Beberapa hari belakangan ini, keadaan keluarganya semakin memburuk. Kemarin malam, Minggu, keadaannya menjadi lebih parah lagi.

Saat menantikan keajaiban tersebut, yang tiba malahlah Priguna Anugrah Pratama (31). Dia merupakan seorang dokter yang sedang bertugas di bagian Gawat Darurat.

Priguna tercatat sebagai mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jurusan Anestesi. Lelaki asal Pontianak, Kalimantan Barat, itu tengah menempuh PPDS di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Priguna kemudian mengungkapkan bahwa keadaan pasiennya sangat kritis. Karenanya, diperlukan sumbangan darah secara cepat guna menolong nyawanya yang terancam.

Tidak mau membuang-buang waktu, korbannya setuju untuk menjadi pendonor. Sejauh ini, tak seorang pun mengetahui rencana yang sedang dijalankan oleh Priguna.

Priguna kemudian meminta korban melakukan proses crossmatch. Langkah ini diambil untuk mencari keserasian golongan darah sebelum disuntikkan ke penerima transfusi.

Proses tersebut, menurut Priguna, akan berlangsung di Ruang 711 yang terletak pada lantai tujuh dari Gedung MCHC. Sebenarnya, gedung MCHC tidak dirancang untuk melakukan crossmatching.

Ruang tersebut digunakan sebagai fasilitas kesehatan bagi ibu dan anak. Pada saat itu, adalah tanggal 18 Maret 2025 pada sekitar pukul 01:00 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB).

Setibanya di kamar tersebut, Priguna kemudian menuntut agar korban menukar pakaiannya. Korban diperbolehkan hanya memakai pakaian bedah semata.

Tanpa memahami prosedur crossmatch, lengan si korban diberi infus. Kemudian Priguna menginjectkan zat obat ke dalam selang infus tersebut.

Baru-baru ini, obat tersebut adalah Midazolam. Secara cepat, korbannya kehilangan kesadarannya. Bahkan, korbannya tertidur selama tiga jam penuh.

Di saat itu pula, Priguna melancarkan tindakannya yang kejam. Dia menganiaya korban dengan cara pemerkosan.

Perilaku tersebut diyakini telah direncanakan olehnya terlebih dahulu. Bukti nyata adalah dia mengenakan kondom, yang sebenarnya sudah tersimpan dalam saku celana, selama melakukan pemerkosaan.

Pada sekitar jam 04.00 WIB, korban mulai bangun. Dia mengalami pusing di kepalanya. Selain itu, tangannya dan alat kelaminnya terasa sakit.

Akan tetapi, dengan tidak merasa bersalah, Priguna seolah-olah tidak mengetahui apa pun. Bahkan, Priguna membonceng korban kembali ke rumah sakit di mana pasien tersebut dirawat.


RSHS Buka Suara

Dalam rilis resmi yang diterima, Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung telah menerima laporan kekerasan seksual itu.

Diketahui adanya kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anggota keluarga pasien tersebut terjadi di sekitar bulan pertengahan Maret tahun 2025 dan lokasinya adalah dalam area rumah sakit.

Unpad serta RSHS dengan tegas mengutuk semua jenis kekerasan, termasuk pelecehan seksual, yang berlangsung dalam area layanan kesehatan maupun institusi pendidikan.

“Unpad dan RSHS berkomitmen untuk mengawal proses ini dengan tegas, adil, dan transparan, serta memastikan tindakan yang diperlukan diambil untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga serta menciptakan lingkungan yang aman bagi semua,” tulis keterangan itu diterima pada Rabu (9/4/2025).

Unpad serta RSHS meresponsnya secara sungguh-sungguh dan sudah menerapkan sejumlah tindakan seperti di bawah ini:

1. Memberikan pendampingan kepada korban dalam proses pelaporan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar).

Saat ini, korban sudah mendapatkan pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar. Unpad dan RSHS sepenuhnya mendukung proses penyelidikan Polda Jabar.

2. Bersumpah untuk menjaga kerahasiaan pihak yang dilindungi serta keluarganya.

3. Mengingat bahwa sang tersangka adalah seorang PPDS yang disandarkan di RSHS dan bukan pegawai resmi RSHS, langkah tegas telah ditempuh Universitas Padjadjaran dengan mengakhiri keikutsertaannya dalam program PPDS tersebut.


Rektor Unpad Buka Suara

Rektor Universitas Padjadjaran, Professor Arief Sjamsulaksan Kartasasmita mengungkapkan bahwa institusi tersebut tidak akan mentolerir dugaan pelanggaran hukum oleh mahasiswa program dokter spesialis anestesi bernama awal PAP. Dia merasa sangat kecewa atas insiden yang telah terjadi.

Arief menyatakan bahwa Unpad akan segera mengambil langkah selanjutnya dengan cara membatalkan status kependudukan mahasiswa bagi pihak berkenaan. Walaupun belum adanya vonis dari pengadilan, individu tersebut telah diduga serta dibuktikan melaksanakan tindakan kriminal.

“Sebagai institusi pendidikan, kami secara keseluruhan menolak adanya tindakan pelanggaran, entah itu dilakukan oleh mahasiswa saat bekerja, melakukan praktek, atau dalam lingkup kampus Unpad,” ujarnya.

Pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual semakin sering muncul di area umum. Untuk menghindari hal ini berulang pada korban lainnya, diperlukan penegakan aturan yang lebih tegas serta supervisi yang kuat dalam layanan perawatan kesehatan.

  • Penulis: andinesia

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

expand_less