Yusrilperingingatkan Bahaya Penyalahgunaan Kuasa dalamRUU Perampasan Aset
- calendar_month Kam, 24 Apr 2025
- visibility 13
- comment 0 komentar

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan keprihatinannya terhadap adanya kemungkinan penyelewengan wewenang atau disebut juga sebagai ‘abuse of power’ oleh aparat penegak hukum saat menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Penyitaan Aset.
Dia enggan biarkan petugas kepolisian mengambil harta sang dugaan pelaku tanpa melalui tahap pengadilan meski Rancangan Undang-Undang Penyitaan Harta telah dityetujui. Karena alasan tersebut, Yusril menekankan perlunya diskusi yang lebih menyeluruh tentang RUU Penyitaan Harta.
“Pelanggaran Kuasa, hal ini akan menunjukkan adanya penyalahgunaan kekuasaan di kalangan Jaksa dan Polisi. Kami tentunya perlu mengawasi agar pihak berwenang tidak melancarkan tindakan semena-mena,” ujar Yusril pada Tirto, Rabu (23/4/2025).
Dia menyebutkan bahwa penyitaan bisa saja terjadi selama proses penyelidikan serta penuntutan. Meski demikian, menurut Yusril, pemindahan kepemilikan harta harus melewati keputusan di mahkamah.
Namun jika penyitaan seharusnya dilakukan berdasarkan keputusan pengadilan, apabila ternyata telah disita tanpa proses dan kemudian di sidang di hadapan hakim dinyatakan tidak terbukti, lantas bagaimana cara menyatakannya? katanya.
Maka ia menekankan bahwa masalah tersebut sebaiknya di evaluasi dengan pikiran yang tenang supaya bisa terdapat penyelesaian atas kesulitan ini.
Menurutnya, penjambretan harta sudah dijalankan sekarang, termasuk bagi para pelaku korupsi. Namun demikian, tindakan itu mesti didasari oleh keputusan dari majelis hakim.
Apabila penjarahan dilaksanakan sebelum persidangan, Yusril kuatir bisa menciptakan masalah baru, termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Ia pun menyebutkan tentang ada perebutan harta milik para tersangka korupsi yang tak berhubungan dengan kasus suap atau rasuah.
Selanjutnya, ia menambahkan bahwa pihak pemerintahan sudah mengirim Rancangan Undang-Undang tentang Penyitaan Aset kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun demikian, sampai sekarang belum ada diskusi apa pun di kalangan DPR perihal rancangan undang-undang yang bertujuan memulihkan dana negara itu.
“Telah diserahkan kepada DPR. Namun hingga saat ini, DPR pun belum mengatur agenda untuk membahas hal tersebut. Menurut saya, sebenarnya diperlukan analisis yang lebih mendalam tentang Rancangan Undang-Undang ini,” tandasnya.
Diketahui bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Penyitaan Aset ini sekali lagi mengalami kemacetan walaupun telah termasuk dalam daftar prolegnas yang memiliki prioritas. Sebenarnya, penundaan tersebut membawa risiko negara akan kehilangan peluang untuk memulihkan harta hasil dari tindak pidana.
Dalam riwayatnya, pihak berwenang telah berkali-kali memodifikasi teks rancangan Undang-Undang Pengambilalihan Harta yang diajukan sejak tahun 2020. Tetapi sampai hari ini, undang-undang tersebut masih belum mendapat pembicaraan resmi.
- Penulis: andinesia
Saat ini belum ada komentar