Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » government » IAW: Kebijakan Minyak Kelapa Sawit Presiden Prabowo Berpotensi Musnah karena Oknum Stafnya Sendiri

IAW: Kebijakan Minyak Kelapa Sawit Presiden Prabowo Berpotensi Musnah karena Oknum Stafnya Sendiri

  • calendar_month Kam, 24 Apr 2025
  • visibility 9
  • comment 0 komentar


jabar.

, Kota Bandung – Tindakan pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto dalam menata industri kelapa sawit ilegal saat ini sedang mendapat perhatian masyarakat.

Tersembunyi dibalik tekad tersebut terdapat ketakutan akan tindakan PT Agrinas Palma Nusantara, sebuah entitas yang berasal dari transformasi BUMN lama yaitu PT Indra Karya. Perusahaan ini berencana untuk memanfaatkan area perkebunan kelapa sawit dalam wilayah hutan dengan tidak adanya pedoman hukum yang jelas.

Agrinas diketahui telah menyiapkan rencana pengelolaan atas 228 ribu hektar lahan sawit yang sebelumnya masuk kategori ilegal.

Perusahaan tersebut sudah melaksanakan pemetaan dengan menggunakan drone dan merancang taktik pengelolaan kekayaannya.

Tetapi, rencana itu menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan otoritas keuangan publik.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menganggap bahwa rencana tersebut cukup berbahaya dan dapat menjadikan bebannya hukum untuk pemerintah Prabowo.

“Pertanyaannya adalah status hukum tanah yang masih belum tuntas. IAW perlu mengungkapkan pendapatnya, tidak lantaran ketidaksukaan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi lebih pada kasih sayang terhadap anggaran negara. Jika diabaikan, hal ini dapat menjadi ancaman serius bagi Presiden Prabowo serta masyarakat Indonesia,” ungkap Iskandar melalui penjelasan tertulisnya kepada , seperti dilansir pada hari Rabu (23/4/2025).

Iskandar menyatakan bahwa tidak seluruh area yang dikendalikan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat secara otomatis dianggap sebagai aset pemerintah.

Menurut regulasi, suatu aset baru bisa diakui secara sah setelah melalui tiga proses penting, mulai dari pelepasan status kawasan oleh KLHK, pencatatan sebagai Barang Milik Negara (BMN) oleh Kementerian Keuangan, dan persetujuan DPR.

“Bila ketigalangkah tersebut belum dipenuhi, maka tanah tersebut belum dapat diklaim sebagai milik negara,” ujarnya.

Iskandar juga mengkritik pernyataan Agrinas yang mengklaim bahwa tanah tersebut sudah dilepaskan oleh Satuan Tugas Percepatan Penanganan Penguasaan Lahan di Kawasan Hutan (PKH).

Menurunya, tim tugas tersebut tidak berhak memindahkan pengendalian tanah kepada badan usaha milik negara.

“Hanya dengan pencatatan dan pemberian saran saja, satuan tugas PKH tidak memiliki wewenang untuk mentransfer manajemen aset kepada badan usaha milik negara. Jika perusahaan PT Agrinas Palma Nusantara telah menjalankan operasionalnya di area perkebunan sawit hanya berdasarkan pada anjuran dari tim Satgas PKH, ini merupakan kesalahan yang sangat signifikan dalam konteks hukum,” jelas Iskandar.

Selain itu, menurut Iskandar, laporan BPK dalam 20 tahun terakhir sering menyebutkan penyebaran luas perkebunan kelapa sawit yang tidak sah di kawasan hutan Indonesia.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk tahun 2020 menunjukkan bahwa ada sekitar 2,4 juta hektar perkebunan kelapa sawit ilegally yang mengakibatkan kerugian bagi negara berupa pajak serta sanksi lingkungan.

Maka dari itu, Iskandar menekankan bahwa kasus mirip dengan Duta Palma Group harus dijadikan pembelajaran sehingga lahan yang mencurigakan jangan sampai diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi lebih baik dikembalikan untuk dipergunakan sebagai area hutan semula.

Menurut Iskandar, apabila pengelolaannya terus berjalan tanpa adanya landasan hukum yang pasti, maka resikonya akan tinggi bagi hasil pemeriksaan BPK. Hal ini bisa menyebabkan opini Disclaimer hadir, sehingga merugikan citra perusahaan milik negara serta menurunkan keyakinan para pemegang saham.

“Penting untuk diingat bahwa BUMN merupakan representasi dari pemerintahan dalam bidang usaha. Jika PT Agrinas Palma Nusantara menjadi sarana pencucian kelapa sawit ilegal, maka opini publik akan semakin buruk dan kepercayaan pun dapat menipis lebih lanjut. Apalagi jika perusahaan pemula seperti Danantara yang diposisikan sebagai instrumen investasi nasional ternyata juga terlibat masalah serupa. Masalah pada sumber daya ini bisa membuat para investor melarikan diri serta mengganggu stabilitas ekonomi. Upaya positif presiden Prabowo berpotensi musnah karena kesalahan tim kerja mereka sendiri,” ungkap Iskandar.

Maka dari itu, IAW menyerukan kepada DPR dan Kementerian Keuangan agar tidak tergesa-gesa dalam mengklaim tanah tersebut menjadi milik negara. Peninjauan kembali oleh BPK dianggap perlu guna memastikan tak adanya kesalahan hukum dalam langkah-langkah yang dilakukan.

“Presiden Prabowo sudah di jalur yang benar. Tapi kalau tata kelola keuangan negara berantakan, agenda besar Presiden bisa runtuh oleh manuver anak buahnya sendiri. Sawit Indonesia bisa jadi simbol keberhasilan, asal dikelola dengan aturan,” kata Iskandar.

(mar5/jpnn)

  • Penulis: andinesia

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

expand_less