Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » animals » Menghidupkan Kembali Sang Mata Bulan dalam Pelukan Alam

Menghidupkan Kembali Sang Mata Bulan dalam Pelukan Alam

  • calendar_month Sen, 14 Apr 2025
  • visibility 15
  • comment 0 komentar

Selama bertahun-tahun atau bahkan mungkin ribuan tahun, Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) telah menetap di hutan hujan tropis Pulau Jawa dengan tenang. Terlindungi oleh daun-daun yang lebat dan sumber pangan beragam seperti buah-buahan, spesies bernama julukan Sang Mata Bulan ini terus berkembang biak dan menjadi bagian integral dari lingkungan sekitar.

Tetapi, keindahan alam tidak se-sempurna yang dipikirkan oleh si primata nokturnal tersebut. Ketenangan serta eksistensinya baru-baru ini mulai terganggu.

Menurut informasi dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), kukang termasuk dalam kelompok yang sangat terancam punah (Critically Endangered). Ini berarti bahwa mereka hanya sedikit lebih baik daripada status kepunahan total. Dalam kurun waktu sekitar dua puluh empat tahun, yaitu ketiga generasi berturut-turut, jumlah populasi Kukang Jawa diyakini telah menyusut sampai delapan puluh persen.

Semakin mengkhawatirkan situasi populasi dan habitat kukang menyebabkan pemerintah bersama dengan masyarakat penyayang mencoba keras untuk melindungi spesies ini. Upaya tersebut diwujudkan antara lain lewat program rehabilitasi dan translokasi Kukang Jawa yang merupakan satwa liar ditangkap secara ilegal beserta hewan-hewan yang diserahkan oleh sebagian orang yang menjadikan mereka sebagai binatang peliharaan tanpa izin.

Badan Pengelola Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan Badan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) serta Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) sudah melakukan pemindahan 10 ekor kuskus Jawa ke area Gunung Kendeng dalam Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Sukabumi, Jawa Barat.

Diantara sepuluh ekor kuskus yang dipindahkan, ada tiga laki-laki bernama Petruk, Yuda, dan Gareng, bersama dengan tujuh betina bernama Alon, Citas, Kunthi, Madrim, Bestari, Kajol, dan Loni.

Setelah diberikan oleh masyarakat, hewan-hewannya sempat dirawat sementara di Pusat Rehabilitasi Satwa YIARI di Ciapus, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di tempat tersebut, mereka mendapatkan perawatan medis yang ekstensif serta program rehabilitasi menyeluruh untuk mengembalikan kondisi kesehatan dan perilaku asli mereka, seiring dengan persiapan bagi pembebasan kembali ke habitatnya.

Setelah menyelesaikan program rehabilitasi, para kukang jawa tersebut tidak dapat langsung dimulangkan ke habitat aslinya. Mereka perlu menjalani proses lebih lanjut di area ukuran 18 meter persegi yang disebut sebagai tempat adaptasi atau habituasi selama kurun seminggu. Di sana, mereka mendapatkan pasokan makanan serta kesempatan untuk mengenal lingkungan baru secara bertahap sehingga pastikan bahwa kukang ini sanggup bertahan hidup ketika nanti dirilis ke alam bebas. Selepas periode habituasi berakhir, para kukang jawa telah bersiap untuk dipindahkan ke rumah permanennya yaitu pada ekosistem hutan tropis di pulau Jawa.

Resort Kawasan PTN Gunung Kendeng, seksi PTN wilayah III Sukabumi BTNGS yang terletak di dalam cagar alam Taman Nasional Gunung Halimun Salak dipilih sebagai tempat pelepasliaran bagi beberapa kukang Jawa. Lokasi ini dipilih karena menyediakan sumber makanan yang cukup, memberikan perlindungan dari pemburuan dan gangguan lainnya, serta jaraknya yang agak jauh dari permukiman penduduk sehingga dapat menghindari potensi konflik dengan manusia.

Namun, melepaskan para kukang Jawa ternyata bukanlah tahap terakhir dari upaya konservasi ini. BBKSDA Jawa Barat bekerja sama dengan BTNGHS dan YIARI masih mengawasi perkembangan setelah dilepaskannya kukang tersebut selama dua sampai tiga bulan menggunakan pelacak GPS. Tujuan pengawasan adalah untuk mengevaluasi penyesuaian kukang di lingkungan barunya, memastikan bahwa mereka dapat bertahan hidup, mendapatkan makanan, serta berinteraksi seperti yang diperlukan oleh sifat aslinya.

Menurut Direktor Operasional Program YIARI Argitoe Ranting, melepaskan hewan kembali ke alam bebas adalah salah satu tanda sukses dari upaya melindungi binatang liar.

Selanjutnya, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak Budhi Candra menyebutkan bahwa pembebasan kukang Jawa tidak hanya menjadi tindakan signifikan untuk melindungi hewan yang berisiko punah, namun ini juga mencerminkan dedikasi sejati dalam menjaga keragaman biologi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Bukan hanya Si Bulan yang bisa merasakan kedamaian kembali di pangkuan hutan, program reintroduksi ini berharap pula untuk melibatkan masyarakat dalam memelihara keseimbangan lingkungan.

Gambar serta keterangan: Jules Satryia Wijaya

Editor : Yusran Uccang

  • Penulis: andinesia

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

expand_less