Menteri KKP Bahas Tarif Impor untuk Melindungi Industri Perikanan Nasional
- calendar_month Jum, 11 Apr 2025
- visibility 15
- comment 0 komentar

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengaku bahwa negosiasi langsung bersama pemerintahan Amerika Serikat tentang bea masuk yang diimplementasikan oleh Presiden AS Donald Trump adalah solusi tengah untuk memelihara kinerja sektor nelayan dalam negeri. Ia mendambakan agar defisit neraca perdagangan antar kedua negara tersebut bisa dikurangi melalui peningkatan volume impor produk-produk lainnya dari Amerika Serikat.
“Tindakan presiden yang bertujuan untuk membesarkan pembelian barang-barang lainnya dari Amerika Serikat dapat membantu menjadikan perdagangan ikan dengan Amerika menjadi seperti semula. Ini adalah suatu perundingan langsung antar kedua belah pihak dan saya sepenuhnya mendukung hal tersebut,” ungkap Sakti saat menghadiri Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkokoh Ketahanan Ekonomi Nasional di Jakarta pada hari Selasa, tanggal 8 April.
Meskipun begitu, Sakti menggarisbawahi bahwa meningkatkan konsumsi ikan di pasar dalam negeri adalah langkah antisipatif jangka panjang. Dia berpendapat bahwa ini sangat diperlukan untuk mencegah industri perikanan nasional terpaku hanya pada pangsa pasarnya yang ada secara internasional.
Sebaliknya, Sakti mengatakan bahwa hingga kini tidak ada komplain dari para eksportir ikan lokal tentangrencana kenaikan tariff impor ke Amerika Serikat. Perlu diinformasikan, kenaikan tarif ini baru mulai efektif pada hari ini, Rabu (9/4).
- Prabowo Mendorong Anggota D-8 untuk Menguatkan Sektor Industri Halal dan Nelayan
- Menteri KKP Sajikan Usulan Pengimporan Garam Industri, Mutu Dalam Negeri Belum Tinggi
- FAO dan KKP Kerjasama Melindungi Ekosistem Perairan Darat melalui Program IFish
Namun, Sakti menyatakan bahwa dia tengah mengevaluasi efek kenaikan tariff terhadap hasil ekspornya di pasar ikan AS. Hal ini disebabkan karena daya saing produk lokal bisa merosot akibat biaya tambahan yang harus ditanggung pembeli di negeri industri film hingga mencapai angka 32 persen dari nilai jualnya.
Kemenperin melaporkan bahwa Amerika Serikat adalah pembeli ikan terbesar di planet ini dengan nilai impor sekitar US$ 21 miliar. Jumlah itu menyumbang sekitar 15% dari keseluruhan perdagangan internasional produk laut tahun kemarin.
Barang-barang impor utama yang datang ke Amerika Serikat mencakup udang, salmon, tuna, serta ikan daging putih. Pada tahun 2024, Indonesia berhasil mengirim barang dengan nilai impor sebesar US$ 1,15 miliar ke Amerika Serikat, menyumbangkan angka sekitar 5,5% dari keseluruhan impor produk perikanan di negeri tersebut.
Sebelum ini, Atase Perdagangan Indonesia yang berbasis di Washington D.C., Ranitya Kusumadewi, bertujuan menjadikan Indonesia sebagai penyuplai utama ikan kerapu merah di Amerika Serikat. Ia menyatakan bahwa kerapu merah sangat diminati di pasaran AS, khususnya oleh industri perhotelan dan restoran.
Ranitya menganggap bahwa pelanggan di Amerika Serikat menyukai fillet ikan kakap merah karena kelembutan dan kelezatan rasanya, ditambah lagi kapabilitasnya dalam menyerap rempah-rempah dengan sempurna, sehingga membuatnya menjadi favorit bagi para pembeli. Dia berharap kualitas serta cita rasa dari ikan kakap merah asal Indonesia bisa bertahan dan diminati di tengah persaingan pasar AS yang ketat.
Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyerukan kepada Menteri Perdagangan Budi Santoso agar dengan cepat memberikan tanggapan terhadap peningkatan tariff impor yang dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump. Keputusan tersebut dipandang bisa memiliki dampak signifikan pada Indonesia.
Dia mengatakan bahwa peningkatan tariff impor akan mempengaruhi harga produk yang diimpor, dengan kenaikan biaya bagi konsumen dan penurunan kemampuan untuk membeli. Rieke menjelaskan bahwa ekspor utama Indonesia ke Amerika Serikat seperti tekstil dan pakaian rajut termasuk jersey, sepatu, minyak kelapa sawit, udang dan ikan, serta perlengkapan listrik akan terkena dampaknya.
“Bila kemampuan membeli masyarakat AS berkurang, maka permintaannya terhadap produk dari Indonesia juga akan turun. Jika demikian, tentu saja produksinya di Indonesia ikut merosot,” jelas Rieke.
- Penulis: andinesia
Saat ini belum ada komentar