Rachma Wikandari: Peneliti Jamur Tempe Asal Bantul yang Mendunia
- calendar_month Sab, 19 Apr 2025
- visibility 12
- comment 0 komentar

Perempuan belum pernah memberikan kontribusi signifikan di bidang ilmu pengetahuan. Mungkin lebih baik mempertimbangkan untuk mengubah jalur karier.
Demikian ucap seorang
laki-laki
Setelah Francoise Barré-Sinoussi mengungkapkan hasratnya untuk terjun ke dunia penelitian ilmu penyakit.
Komentar-komentar seksis tersebut tak memudarkan semangat Barré-Sinoucci.
Wanita asal Prancis itu akhirnya berhasil mengidentifikasi virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan juga memperoleh Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 2008.
Sebenarnya, ketekunan adalah elemen penting yang memungkinkan siapa pun untuk menonjol dalam berbagai profesi, termasuk di lapangan STEM (Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Matematika).
Sepanjang perjalanannya dalam kehidupan, Rachma Wikandari, S.TP, M. Biotech, PhD, tak membiarkan keterbatasan finansial menghambat ambisinya sebagai seorang peneliti.
Wikan, sapaan akrab perempuan ini, merupakan seorang pengajar dan peneliti di departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Perpaduan antara usaha maksimal serta dukungan dari keluarga telah membantu Wikan dalam meraih gelar doktor dan memperoleh sejumlah anugerah serta beasiswa.
Peranan ibu, khususnya, berperan sebagai pusat kehidupan bagi Wikan dan keempat kakaknya.
Saat Si Ibunya Tolak Menyungkur Menghadapi Ketidakmampuan
Data dari
UNICEF
Mencatat persentase kelulusan siswa wanita pada setiap tahap pendidikan sangatlah lebih rendah daripada para pria.
Data tersebut mencakup pula Sri, sang ibu dari Wikan, yang hanya menyelesaikan jenjang pendidikan SMP.
Dalam wawancara dengan
Diajeng
Pada bulan Maret kemarin, Wikan menceritakan bahwa sejak masih kecil, ibunya sering mengingatkan dia untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Tiap tahun saat hendak berburu pakaian untuk Lebaran, seluruh keluarganya akan menaiki bus jurusan 4 dari Bantul menuju Pasar Beringharjo.
Saat melintasi Bundaran UGM, si ibu tak lupa menyebut gedung ikonis kampus biru itu sambil berkata kepada Wikan kalau nanti dia akan belajar di tempat tersebut.
Wikan yang masih muda menyebut doa dari sang ibu sebagai doktrin lantaran terlalu berulang kali diperingatkan.
“Oleh karena itu, sejak dini telah diajarkan bahwa nantinya Anda harus melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri. Sehingga mulai dari bangku SMP pun sudah perlu mengenyam pendidikan di sekolah unggulan. Menurut sang ibu, ‘Anda harus menyadari betapa ketatnya persaingan dengan para siswa lain yang bersekolah di perkotaan,'” ungkap Wikan menceriterakan kata-kata sang ibu.
Upaya ibu Wikan dalam menjamin bahwa semua putra dan putrinya bisa mengakses pendidikan benar-benar luar biasa.
“Seringkali kita pergi dan pulang ke tempat belajar dengan naik bus selama jarak 8 kilometer. Setelah Isya’, ketika turun dari bus, kita harus melanjuti perjalanan dengan berjalan kaki menyusuri sawah dalam gelap sepanjang 1 kilometer,” tambah Wikan.
Melalui hal itu, kami mulai mengerti tentang persaingan pendidikan di kalangan anak-anak kota serta pentingnya berusaha.
Dukungan dan kasih sayang sang ibu semakin kentara ketika masa ujian sekolah tiba.
Menurut Wikan, periode tersebut kerap disebut sebagai “minggu perbaikan gizi”.
Sebab, pada waktu itulah sang ibu menyediakan makanan lezat penuh gizi untuk mendukung kondisi prima bagi semua anaknya yang sedang menjalani tes.
Wikan ingat betul, semasa kecil, konsumsi protein tinggi hanya terjadi saat dia dan saudara-saudaranya jatuh sakit atau mengikuti ujian sekolah.
Wikan mendeskripsikan peran seorang ibu sebagai seseorang dengan pandangan jangka panjang. Ibu ini berharap agar anak-anaknya tidak menemui hal-hal negatif seperti yang dialaminya sendiri.
Berkat bimbingan dari sang ibu, Wikan serta kakak beradiknya sukses diterima di sekolah unggulan di Kota Yogyakarta dan menuntaskan studi mereka di universitas negri terkemuka.
Kesempatan Demi Kesempatan Datang Menghampiri
Chief Editor
jurnal ilmiah
agriTECH
Ini bercita-cita sederhana saat memilih untuk menempuh pendidikan di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Jurusan Teknologi Hasil Ternak dan Perindustrian pada tahun 2004.
Wikan menginginkan bahwa usai menyelesaikan studi, dia dapat bergabung dalam perusahaan susu.
“Awalnya, saya tertarik bekerja di industri pangan karena dari apa yang saya dengar, mereka yang kerja di pabrik makanan bisa membawa pulang produk makanan setiap hari. Bisa ambil gratis,” cerita Wikan sambil tertawa ringan.
Bagaimana dengan rencana melanjutkan jenjang pendidikan S-2? Tentu saja tidak pernah terpikir bahwa kesempatan tersebut bisa ia raih dalam waktu singkat.
Sewaktu masih duduk di bangku semester 6, Wikan ditawari oleh dosennya untuk berpartisipasi dalam sebuah penelitian yang membawanya sampai ke Swedia.
“Saya mahasiswa pertama dari Teknologi Pangan yang diberangkatkan ke Swedia tahun 2008. Saya juga menjadi mahasiswa pertama yang menulis skripsi dalam bahasa Inggris. Nah, pengalaman di Swedia itulah yang membuka peluang saya menjadi peneliti,” tambahnya.
Namun demikian, pengalaman di Swedia mengubah banyak hal.
Saat tiba di Swedia, pikiran saya terbuka dan berkata, ‘Wah ternyata bisa juga melanjutkan studi meski kita punya keterbatasan. Selalu ada kesempatan baru yang dapat dipertimbangkan.’
Wanita yang berasal dari Banguntapan ini melanjutkan studi pascasarjana dalam bidang Bioteknologi di Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2009 dan berhasil menyelesaikan tesisnya di Swedia berkat beasiswa Erasmus Mundus Euroasia.
Sebelum secara resmi memperoleh gelar Masternya, ada kejutan lain yang menanti Wikan. Dia diberi kesempatan untuk meneruskan pendidikannya dalam program Doktor di University of Borås dari tahun 2011 hingga 2014.
Di Swedia, Wikan berkarir dalam lingkungan penelitian dengan kondisi cuaca yang sempurna dan tidak ada perbedaan perlakuan antara jenis kelamin di sektor STEM. Hal ini membuat Wikan semakin percaya diri untuk terus mengejar pekerjaan-pekerjaan ilmiah.
Jatuh Hati di Dunia Penelitian, Mendapatkan Banyak Prestasi
Seorang ibu dengan dua anak sukses mendapatkan penghargaan dari The Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award di bulan Februari 2025 atas temuan penelitian tentang mikroprotein yang diproduksi melalui proses perebusan kacang kedelai.
Ini bukan penghargaan internasional pertama Wikan.
Pada tahun 2022, dia mendapatkan
Young Scientist Award
dari International Union of Food Science and Technology, sebuah organisasi profesi untuk ahli teknologi pangan dunia yang beranggotakan lebih dari 100 negara.
Tercatat, Wikan pernah dianugerahi Most Inspiring Lecturer dari UGM (2024), juara dua Young Scientist Award dari Indonesia Association of Food Technologies (2023), dan penghargaan publikasi berkualitas tinggi dari Kementerian Riset dan Teknologi serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (2020).
Tahun lalu, Wikan pun meraih anugerah nasional L’Oréal-UNESCO For Women in Science (2024) berkat karyanya dalam bidang riset yang menelaah tentang tersebut.
meat analogue
dari jamur tempe.
Semua prestasi tersebut tidak diperoleh dengan mudah dan seketika.
“Sejak dulu kita telah banyak mengonsumsi tempe, namun apakah pernah mencoba hanya menyantap jamurnya tanpa bagian kedelainya? Ternyata, jamur pada tempe memiliki kandungan protein yang tinggi dan asam amino yang lengkap. Selain itu, jenis jamur ini juga mudah dikembangkan dan dapat dipanen setelah dua hari. Saya sendiri berhasil menumbuhkannya dalam reaktor berukuran 2 meter persegi di lab. Karena nilai nutrisi yang baik, proses produksinya yang cepat dan ekonomis serta penggunaan lahan yang minimal, jamur tempe bisa jadi sumber pangan alternatif yang menarik bagi masa depan,” papar Wikan dengan antusiasme.
Tahun ini, Wikan terpilih menjadi salah satu peneliti Indonesia yang mengikuti Young Scientist Program. Program yang akan berlangsung di Korea Selatan pada bulan Mei mendatang ini diselenggarkan oleh Federation of National Societies of Biochemistry and Molecular Biology, organisasi profesi di bidang biokimia dan biologi molekuler tingkat Asia dan Oceania.
Hapus Beban Ganda Perempuan STEM dengan Ekosistem Keluarga yang Suportif
Dalam banyak kasus, tumpang tindih identitas berimplikasi pada beban ganda yang harus ditanggung perempuan.
Terkadang, perempuan diharuskan untuk memilih antara karier atau keluarga, berikut berbagai opsi hitam putih lainnya.
Wikan menyadari banyak identitas yang tersemat dalam dirinya. Ia adalah seorang perempuan, ibu, anak perempuan, istri, dan juga pengajar.
Dalam acara diskusi yang diselenggarakan oleh Wikimedia Indonesia pada 15 Maret lalu, Wikan memaparkan bagaimana beban ganda, ditumpuk dengan stereotip gender, ketimpangan karier, bias, hingga diskriminasi terkadang menjadi tantangan yang harus dihadapi banyak peneliti perempuan.
Selama berkarier menjadi seorang ilmuwan STEM, Wikan bersyukur karena mampu menghadapi tantangan tersebut berkat ekosistem di tempat kerja dan keluarga yang suportif.
Di kantornya misalnya, terdapat fasilitas family wellness dan ruang laktasi. Terkadang, sewaktu rapat-rapat kerja, terutama pada sore hari, pegawai diperbolehkan membawa anak.
Di samping itu, dari segi keluarga, sang bapak turut memberikan kontribusi besar terhadap penelitian yang dilaksanakan Wikan.
Setelah perkawinannya, Wikan bersama-sama dengan suaminya membagi tugas dalam pengelolaan rumah tangga.
Dari pengalaman sekitar, Wikan menengarai peneliti-peneliti perempuan dengan
outstanding achievement
adalah mereka yang mendapatkan dukungan penuh dari pasangannya.
Sebagai ibu, Wikan juga berusaha mewariskan nilai kerja keras dan pantang menyerah kepada kedua anaknya. Masing-masing saat ini berusia 4 dan 9 tahun.
Menurut Wikan, tantangan mendidik anak zaman sekarang berkaitan dengan upaya menciptakan generasi yang tangguh dan tahan banting.
Selain itu, para orangtua zaman sekarang cenderung tidak kuat hati ketika menyaksikan anak-anak mereka menghadapi kesulitan, akibatnya banyak di antara mereka dibesarkan dalam lingkungan yang terlalu menyanjung hingga tumbuh menjadi individu dengan kekuatan mental lemah, sering kali dikenal sebagai hal ini.
Generasi Stroberi
.
Oleh karena itu, menurut Wikan, ide tentang berusaha dengan giat harus diajarkan kepada anak-anaknya.
Sebagai contoh, jika kita melatih anak-anak untuk menemui pelbagai rintangan, maka nantinya mereka akan berkembang menjadi orang yang mempunyai semangat dan berani dalam membuat keputusan terbaik.
Pandangan Wikan di atas tak lain merupakan refleksi atas perjuangannya menuntut ilmu dan berkarier selama ini.
Di balik keterbatasan-keterbatasan di hidupnya, Wikan percaya, terdapat keistimewaan yang tersembunyi, yaitu peluang yang lebih besar untuk menjadi lebih tahan banting dan kreatif dalam menyelesaikan masalah.
Di masa mendatang, setelah Wikan menyaksikan dirinya menjalankan penelitiannya dan menerima banyak pujian di skala global, dia berharap kedua putranya bisa termotivasi dan menentukan jalur mereka sendiri tanpa dipengaruhi oleh bidang studi yang telah beliau geluti.
“Wajar saja jika mereka memiliki warna masing-masing dan tidak berada dalam bayang-bayang saya,” ujar Wikan dengan tegas.
- Penulis: andinesia
Saat ini belum ada komentar