Wall Street Hijau, Investor Menyongsong Tarif Baru Trump
- calendar_month Ming, 6 Apr 2025
- visibility 4
- comment 0 komentar

Indeks Bursa Wall Street di Amerika Serikat berakhir menguat pada hari Rabu (2/4). Meski sempat merosot di awal sesi, ia kemudian berhasil rebound. Hal ini terjadi karena para investor melakukan penyesuaian posisi dalam portofolio mereka menyambut kebijakan tariff yang akan diungkapkan Presiden AS Donald Trump.
Setelah tutupnya pasaran, Trump memulai pengumuman tentang keputusan tariff-nya. Ini membuat nilai kontrak berjangka untuk indeks S&P 500 serta Nasdaq merosot, dengan penurunan sebesar 1,6% dan 2,4%. Indeks tersebut mencerminkan ketakutan investor terkait skema tariff yang diusulkan oleh Trump. Situasi ini menandakan bahwa bursa Amerika Serikat diperkirakan akan mengalami tekanan pada awal sesi trading saham hari Kamis nanti.
Di samping itu, Trump menerbitkan kebijakan tariff yang meluas, mencakup biaya masuk sebesar 10% atas semua barang impor ke Amerika Serikat beserta dengan tambahan tariff pada beberapa negara perdagangan utamanya. Kekhawatiran tentang ketidaktentuan mengenai tariff ini dan efeknya kepada perekonomian dunia, inflasi, serta penghasilan bisnis sudah memicu kenaikan volatilitas di pasaran dalam minggu-minggu belakangan.
Indeks Volatilitas CBOE (.VIX), yang merupakan penunjuk keragu-raguan di Wall Street, masih bertahan di posisi teratas sejak akhir bulan Maret. Sejumlah tarif seperti besi tulang, alumunium, serta produk otomotif sudah diberlakukan lebih awal, sedangkan spesifikasi dari keputusan mengenai tarif tersebut disampaikan oleh Trump selama sesi di Taman Ros Gedung Putih pada jam 16:00 ET (23:00 WIB).
- Donald Trump Secara Resmi Mengumumkan Kenaiakan Bea Masuk, Indonesia Terdampak Sebesar 32%
Christopher Wolfe, Presiden sekaligus Kepala Investasi di Pennington Partners & Co, menilai bahwa pernyataan Trump memiliki dampak signifikan karena bisa memengaruhi kebijakan dan bagaimana perusahaan-perusahaan Amerika Serikat bereaksi terhadap kondisi pasar.
“Be ban yang kami semuanya alami saat ini,” ungkap Wolfe seperti dilaporkan Reuters, Kamis (3/4).
Mendekati pidato Trump, Wolfe menyebutkan bahwa reaksi pasar akan bergantung pada cara pandang para pemegang saham terhadap keputusan tersebut. Mereka mungkin menafsirnya sebagai strategi ekonomi yang matang atau sebaliknya, peraturan bea masuk yang tak tentu arah dan dapat memiliki konsekuensi merugikan.
Sebelum Trump merilis keputusannya, saham di bursa utama Wall Street menunjukkan peningkatan. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJI) naik sebesar 235,36 poin atau 0,56%, mencapai angka 42.225,32. Sementara itu, S&P 500 (SPX) juga ikut melonjak dengan tambahan 37,90 poin hingga berada di posisi 5.670,97 yang setara dengan kenaikan 0,67%. Tak hanya itu, Nasdaq Composite (IXIC) pun turut mendaki sebanyak 151,16 poin atau 0,87% sehingga nilainya menjadi 17.601,05. Penguatan tersebut didorong oleh performa positif dari beberapa perusahaan teknologi raksasa pada hari itu.
Harga saham Tesla naik tajam 5,3% setelah situs berita Politico menerbitkan informasi bahwa Trump telah memberi tahu para anggota kabinet serta orang-orang terdekatnya kalau Elon Musk, yang merupakan CEO Tesla dan juga mitranya, akan segera meninggalkan jabatannya dalam pemerintahan.
Berita tersebut berhasil mengangkat kembali nilai saham Tesla yang tadinya tertekan karena adanya pelaporan tentang penurunan pengiriman kendaraan hingga 13% di kuarter awal. Peningkatan ini mendorong indeks consumer discretionary (.SPLRCD) melonjak sebesar 2%, menjadi sektor dengan performa terunggul dari total 11 sektor dalam Indeks S&P. Akan tetapi, harga saham Tesla merosot saat Presiden Trump memberikan pidatonya.
Di antara saham-saham besar di Magnificent Seven, Amazon.com naik 2% setelah muncul laporan bahwa perusahaan tersebut mengajukan penawaran untuk membeli platform video pendek TikTok.
Sebaliknya, jika kita memandang hal ini dari sudut pandang ekonomi, statistik menunjukkan bahwa upah sektor swasta di Amerika Serikat naik pada bulan Maret. Di samping itu, permintaan baru untuk produk-produk hasil industri meroket di bulan Februari, mungkin disebabkan oleh perusahaan yang mulai memesan lebih cepat sebelum tarif baru berlaku.
Pada saat ini, fokus para investor tertuju pada rilisan data gaji sektor nonpetani yang akan dipublikasikan beserta sambutan dari Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, pada hari Jumat mendatang. Informasi tersebut diyakini dapat mengungkap situasi perekonomian Amerika Serikat serta potensi langkah terkait tingkat suku bunga.
Pelaku pasar sebelumnya mengantisipasi Federal Reserve akan menurunkan tingkat suku bunga tiga kali pada tahun ini. Akan tetapi, potensi kenaikan inflasi akibat keputusan tariff baru-baru ini telah menjadikan perkiraan tersebut lebih tidak pasti.
Volume perdagangan di bursa AS berada pada angka 15,94 miliar saham, yang sedikit melebihi rata-rata 15,86 miliar saham selama 20 sesi perdagangan terakhir.
- Penulis: andinesia
Saat ini belum ada komentar